Rinduku pada Zhang Wei
Minggu, 01 Maret 2020
Oleh: Silvana Devinta
Nǐhǎo1 Zhang Wei,
Zhang Wei, bagaimana kabarmu? Aku selalu merindukanmu seperti hari-hari sebelumnya, bahkan pada hari saat kita belum saling berjanji untuk selalu setia. Aku selalu menguntitmu saat kau mencari sarapan. Aku memang pengagum beratmu. Pasti kau ingat, aku selalu memperhatikanmu menikmati sup akar teratai di kedai Paman Li Wei.
Orang tua itu terakhir berjualan sup pada tanggal 26 Januari, tepat 3 hari setelah isolasi diberlakukan. Ia masih kukuh berjualan dengan bahan makanan terakhir yang ia punya. Kalian berdua punya arti nama yang sama, kalian orang yang agung, yang besar dan kuat. Kalian selalu bersemangat menyongsong hari dan melawan semua rintangan.
Zhang Wei, Paman Li Wei tidak ada di kedainya lagi sejak minggu lalu. Mungkin ia salah satu yang gagal melawan ganasnya monster itu. Tak ada satu pun tetangga yang melihat Paman lagi.
Zhang Wei, aku berusaha untuk selalu menuliskan hal-hal yang indah di setiap e-mail yang kukirimkan. Kau tahu kenapa? Karena dengan mengingat semua hal ini aku bisa terus hidup. Semua ketidakpastian setelah isolasi ini membuatku frustrasi.
Sebenarnya lebih dari itu, kurasa aku depresi. Aku tidak bisa hidup di tempat ini lagi. Bukan di apartemen ini, tempat kita menghabiskan waktu kita bersama. Bukan di kota ini, tempat kita berdua setiap pagi selalu berebut you tiao2 yang gurih, dou pi3 dengan sambal pedas yang tak pernah kau lewatkan, dan sering pula kita menikmati kota dengan menyeruput legitnya tang yuan4 sambil saling meniupkan uap hangat dari mangkuk kita. Ingatkah betapa konyolnya kita ketika masih bersama?
Zhang Wei, aku merindukanmu. Amat sangat merindukanmu. Di sini sangat sunyi. Aku bisa hidup dalam kesunyian, tapi hidup dalam ketidakpastian dan ketakutan? Aku membutuhkanmu.
Aku tahu memintamu datang dan aku pergi menemuimu adalah sebuah hal yang mustahil untuk saat ini. Aku ingin sekali pergi denganmu, bergandengan tangan lagi dan bercerita tentang bagaimana Bolin, sahabat sejatimu kerepotan memenuhi keinginan bosmu yang super cerewet itu.
Oh ya, nanti kau bisa titip salam untuk Li Bolin. Kudengar ia sudah pindah divisi. Ah, jangan bilang aku belum menceritakannya padamu di e-mail-ku sebelumnya. Wah payah sekali jika benar, sayang.
Zhang Wei, namaku Wang Xiu Ying, artinya perempuan yang anggun dan pemberani. Tapi aku malu bertemu denganmu dengan kondisiku yang saat ini. Aku jauh dari kata anggun, tapi untuk bertemu denganmu aku akan merias diri, lebih cantik dari Diliraba aktris favoritmu itu. Apa menariknya gadis bermata lebar dan berwajah Eropa seperti dia? Nenek moyang kita bukan keturunan Turki seperti Diliraba, ingatlah itu.
Zhang Wei, mengapa aku juga tidak punya keberanian lagi? Paling tidak, keberanian untuk membuka jendela kamarku di pagi hari dan menghirup udara busuk penuh dengan teror monster yang bernama Corona itu?
Dan satu lagi, Zhang Wei, kekasihku, aku takut mengirim e-mail lagi untukmu. Melihat tak satupun balasanmu di inbox ¬e-mail-ku adalah sebuah bencana. Artinya kau sudah melupakanku.
Zhang Wei, apakah kegilaan dan depresi ini akan terus mengisolasi jiwaku, selama pemerintah yang menutup semua transportasi di kota kita ini? Mengapa kau pergi saat semua kegembiraan duniaku dicabut dan digantikan dengan kehidupan bak penjara ini oleh negara?
Tidak bisakah sekali saja kau datang dalam mimpiku? Jika ragamu tak bisa menemaniku, tidak bisakah hanya sekelebat sosokmu saja yang datang dalam tidurku? Atau mungkin Yan Wang5 tak mengizinkanmu untuk menemuiku barang sekejap? Aku akan memohon padanya segera. Aku sangat merindukanmu, teramat sangat. Wuhan menjadi sangat mengenaskan tanpamu di sini, Sayang.
Kekasihmu,
Wang Xiu Ying
1 Apa kabar
2 roti goreng (seperti cakwe)
3 seperti martabak isi nasi, babi, dan rebung.
4 seperti ronde (populer dimakan di musim dingin)
5 Dewa kematian dan alam arwah yang terkuat.
Silvana Devinta anggota Komunitas ODOP Batch 6
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus